Jumat, 23 April 2010

Tips Mengendalikan Amarah (2)

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. ( Qs Ali Imran : 133-134)

Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan egala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad Saw, juga kepada seluruh keluarga, para sahabatnya dan pengikutnya.
Setiap orang pasti pernah marah, dan bila orang marah sangat manusiawi dan normal. Bila marah itu menjadi bencana bagi diri sendiri dan bagi orang banyak itulah menjadi tidak normal. Marah yang sarat dengan dendam dan penuh kebencian itulah yang disebut dengan amarah diikuti dengan perbuatan yang menyakiti baik dalam kata maupun perbuatan. Memaki-maki, mengejek dan puncaknya rela melakukan terror.
Para ilmuwan mengatakan, secara psikologis marah termasuk reaksi pertahanan diri dan ekspresidari kecenderungan manusia untuk berbuat baik dan bijak. Sejak di dalam rahim seorang manusia telah belajar mengembangkan konsep diri. Pada perkembangan selanjutnya ma-rah berkembang menjadi sebuah cer-minan tanggung jawab. Kita marah bila ada sesuatu yang menjadi tanggung jawab kita tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam Islam tanggung jawab adalah amanah. Amanah bagi seorang manusia Muslim adalah jati diri sekaligus penentu kehadiran kita di dunia ini.
Jika kita mengikuti perkembangan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat maka kondisinya sangat memprihatinkan karena marah merupakan pakaian sehari-hari. Cara menyampaikan pendapat atas sesuatu yang tidak sejalan dengan pikiran terwujud dalam bentuk makian, ejekan dan diikuti dengan perusakan. Perusakan bukan fasilitas-fasilitas publik saja bahkan tertuju kepada tempat kantor-kantor sebagai pusat kewibawaaan pemerintah seperti kantor kepala daerah, kantor polisi, kantor pengadilan bahkan lebih dahsyat lagi rumah ibadahpun tidak segan untuk dirusak atau dibakar.
Mencermati perkembangan ini, dapat dikatakan bahwa nafsu amarah telah menguasai sebagian umat dengan berbagai alasan pembenaran tindakan yang dilakukan. Masih be-anikah kita menyatakan kita termasuk orang yang takwa bila nafsu amarah masih membelenggu jiwa. Allah sudah menentukan kriteria orang yang takwa seperti dalam su-rat Ali Imran 134 yaitu : (1) orang-orang yang menafkahkan (harta-nya) (2) orang-orang yang menahan amarahnya dan (3) mema`afkan (kesalahan) orang
Oleh karena itu mengendalikan amarah merupakan kebutuhan dalam mewujudkan takwa dan kita perlu merenungkan kembali peringatan Allah dan tuntunan nabi Saw. Allah Swt mengingat kepada Rasulullah Saw, dengan firman Nya :
berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.(Ali Imran 159).
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya “Allah telah melembutkan hati beliau dalam menghadapi umatnya, ini adalah akhlak Rasulullah saw. Abdullah bin Umar berkata. Sesungguhnya, saya menemukan sifat Rasulullah saw, tutur katanya tidak kasar, hatinya tidak keras, tidak suka berteriak-teriak di pasar-pasar, dan tidak suka membalas kejahatan orang dengan kejahatan lagi, namun dia memaafkan dan mengampuninya.
Inilah acuan utama kita dalam mengendalikan amarah, Islam sangat mendorong pribadi Muslim agar bisa mencapai suatu tingkatan, yang terbebas dari rasa amarah. Selanjutnya Rasulullah selalu menasehati para sahabat untuk mengenda-ikan rasa marah. Dari Abu Hurairah diceritakan, “ Sesungguhnya ada s-orang lelaki menemui Rasulullah Saw dan berkata berilah aku nasihat, ‘Nasehat beliau, janganlah engkau marah, ‘ Demikianlah beliau mengulangi nasehat itu tiga kali “janganlah engkau marah.”. Dan pada kesempatan lain Rasulullah Saw mengingatkan bahwa : “Orang kuat bukanlah kuat dalam pergulatan, namun orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan nafsunya ketika marah.”Jika seorang hakim memutuskan perkara, Rasulullah saw menegaskan, “ Hendaklah seseorang tidak mengadili antara dua orang sementara dia sedang marah. “
Mengendalikan amarah.
Seperti diuraikan diatas bahwa marah adalah manusiawi, bahkan menunjukan kadar keimanan. Melihat kemungkaran, melihat ketidak adilan, agama dihina wajib hukum-nya untuk marah. Marah seperti ini adalah sesuai fitrah karena kita sudah mempunyai alasan yang objektif untuk marah. Wujud kemarahan itulah yang harus dikendalikan sehingga tidak merusak tetapi bermanfaat untuk melahirkan insiatif yang tetap dalam jalur Al Qur’an dan sunnah. Ada beberapa tuntunan praktis untuk mengendalikan amarah :
1. Jika kita marah dalam kondisi berdiri, maka duduklah dan ketika marah sedang duduk, maka berbaringlah. Insya Allah kemarahan dapat diredam dan aliran darah dapat normal kembali.
2. Jika sedang marah, berwudhu-ah dengan segera. Air adalah pendingin tubuh dan sekaligus penyejuk hati.
3. Redam dengan zikir. Zikir sangat efektif meredam marah dan membuat hati menjadi tenang. Jika sedang marah berisighfarlah dan ikuti “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Allah Swt berfirman: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar Ra’d :28)
4. Rubahlah kemarahan dengan kasih sayang. Allah swt berfirman : “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
Semoga Allah Swt menjauhi kita dari amarah dan hati ini penuh rasa kasih sayang sesama manusia.
Wallahu ‘alamu bishowab
Semoga bermanfaat

H Marwan DS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar